Suatu
hari, seorang ibu mengantar anaknya yang baru berusia 7 tahun, naik bis
jurusan Surabaya-Denpasar. Ibu berpesan pada pak supir,” Pak, titip
anak saya ya? Nanti kalo sampe di Banyuwangi, tolong kasih tau anak
saya.” Sepanjang perjalanan, si anak cerewet sekali. Sebentar-sebentar
ia bertanya pada penumpang,” Udah sampe Banyuwangi belom?” Hari mulai
malam dan anak itu masih terus bertanya-tanya.
Penumpang yang satu menjawab,” Belom, nanti kalo sampe dibangunin deh!
Tidur aja!” Tapi si anak tidak mau diam, dia maju ke depan dan bertanya
pada supir untuk kesekian kalinya,” Pak, cudah campe Banyuwangi belom?”
Pak Supir yang sudah lelah dengan pertanyaan itu menjawab,” Belom! Tidur
aja deh! Nanti kalo sampe Banyuwangi pasti dibangunin!”
Kali
ini, si anak tidak bertanya lagi, ia tertidur pulas sekali. Karena suara
si anak tidak terdengar lagi, semua orang di dalam bis lupa pada si
anak, sehingga ketika melewati Banyuwangi, tidak ada yang
membangunkannya. Bahkan sampa menyeberangi selat Bali dan sudah mendarat
di Ketapang,Bali, si anak tertidur dan tidak bangun-bangun. Tersadarlah
si supir bahwa ia lupa membangunkan si anak. Lalu ia bertanya pada para
penumpang,” Bapak-ibu, gimana nih, kita anter balik gak anak ini?” Para
penumpang pun merasa bersalah karena ikut melupakan si anak dan setuju
mengantar si anak kembali ke Banyuwangi.
Maka kembalilah
rombongan bis itu menyeberangi Selat Bali dan mengantar si anak ke
Banyuwangi. Sesampai di Banyuwangi, si anak dibangunkan. “Nak! Udah
sampe Banyuwangi! Ayo bangun!” Kata si supir. Si anak bangun dan
berkata,” O udah syampe yah !” Lalu membuka tasnya dan mengeluarkan
kotak makanannya. Seluruh penumpang bingung. “Bukannya kamu mau turun di
Banyuwangi?” Tanya si supir kebingungan. “Nggak, saya ini mau ke
Denpasar ngunjungin nenek. kata mama, kalo udah sampe Banyuwangi, saya
boleh makan nasi kotaknya!”
Fihrisani Rahmah
Sabtu, 25 Mei 2013
Hukum Wajib Daftar Perusahaan
- DASAR HUKUM WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN
Dalam KUHD pasal 23 :
Para persero firma diwajibkan mendaftarkan akta itu dalam register yang disediakan untuk itu pada kepaniteraan raad van justitie (pengadilan Negeri) daerah hukum tempat kedudukan perseroan itu.
Para persero firma diwajibkan mendaftarkan akta itu dalam register yang disediakan untuk itu pada kepaniteraan raad van justitie (pengadilan Negeri) daerah hukum tempat kedudukan perseroan itu.
Pasal 38 KUHD :
Para persero diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam keseluruhannya beserta ijin yang diperolehnya dalam register yang diadakan untuk itu pada panitera raad van justitie dari daerah hukum kedudukan perseroan itu, dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi.
Dari kedua pasal di atas firma dan perseroan terbatas diwajibkan mendaftarkan akta pendiriannya pada pengadilan negeri tempat kedudukan perseroan itu berada.
Para persero diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam keseluruhannya beserta ijin yang diperolehnya dalam register yang diadakan untuk itu pada panitera raad van justitie dari daerah hukum kedudukan perseroan itu, dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi.
Dari kedua pasal di atas firma dan perseroan terbatas diwajibkan mendaftarkan akta pendiriannya pada pengadilan negeri tempat kedudukan perseroan itu berada.
Pada tahun 1982:
Wajib daftar perusahaan diatur dalam ketentuan tersendiri yaitu UUWDP yang tentunya sebagai ketentuan khusus menyampingkan ketentuan KUHD sebagai ketentuan umum. Dalam pasal 5 ayat 1 UUWDP diatur bahwa setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan.
Pada tahun 1995:
Ketentuan tentang PT dalam KUHD diganti dengan UU No.1 Tahun 1995, dengan adanya undang-undang tersebut maka hal-hal yang berkenaan dengan PT seperti yang diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 56 KUHD beserta perubahannya dengan Undang-Undang No. 4 tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku.
Pada tahun 1998:
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UUWDP diterbitkan Keputusan Menperindag No.12/MPP/Kep/1998 yang kemudian diubah dengan Keputusan Menperindag No.327/MPP/Kep/7/1999 tentang penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan serta Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan.
Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa:
perlunya diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan peningkatan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan, pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP. (I.G.Rai Widjaja, 2006: 273)
Jadi dasar penyelenggaraan WDP sebelum dan sewaktu berlakunya UUPT yang lama baik untuk perusahaan yang berbentuk PT, Firma, persekutuan komanditer, Koperasi, perorangan ataupun bentuk perusahaan lainnya diatur dalam UUWDP dan keputusan menteri yang berkompeten.
perlunya diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan peningkatan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan, pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP. (I.G.Rai Widjaja, 2006: 273)
Jadi dasar penyelenggaraan WDP sebelum dan sewaktu berlakunya UUPT yang lama baik untuk perusahaan yang berbentuk PT, Firma, persekutuan komanditer, Koperasi, perorangan ataupun bentuk perusahaan lainnya diatur dalam UUWDP dan keputusan menteri yang berkompeten.
- WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN SETELAH ADANYA UU No. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
Setelah resmi berlakunya Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas pada tanggal 16 Agustus 2007 yang merupakan pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1995 dalam Pasal 157 ayat 2 disebutkan bahwa:
Anggaran dasar dan perseroan yang belum memperoleh status badan hukum atau anggaran dasar yang perubahannya belum disetujui atau dilaporkan kepada Menteri pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, wajib disesuaikan dengan UUPT yang baru.
Anggaran dasar dan perseroan yang belum memperoleh status badan hukum atau anggaran dasar yang perubahannya belum disetujui atau dilaporkan kepada Menteri pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, wajib disesuaikan dengan UUPT yang baru.
Permasalahannya ialah penyesuaian yang harus dilakukan dalam hal memperoleh status badan hukum atau persetujuan atau pelaporan perubahan anggaran dasar.
Salah satu ketentuan baru dalam UUPT baru adalah pengajuan permohonan pendirian PT dan penyampaian perubahan anggaran dasar secara online dengan mengisi daftar isian yang dilengkapi dokumen pendukung melalui sistem yang dikenal yaitu Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH). SABH berada dibawah kewenangan Departemen Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum maka untuk pendaftaran perusahaan yang merupakan satu kesatuan dalam proses SABH juga merupakan kewenangan Departemen Hukum dan HAM, sebagaimana dalam ketentuan Pasal 29 UUPT yang baru.
Ketentuan pasal 29 tersebut jelas berbeda dengan pasal 21 ayat 1 UUPT lama beserta penjelasannya bahwa pendaftaran perusahaan mengacu pada UUWDP.
Salah satu ketentuan baru dalam UUPT baru adalah pengajuan permohonan pendirian PT dan penyampaian perubahan anggaran dasar secara online dengan mengisi daftar isian yang dilengkapi dokumen pendukung melalui sistem yang dikenal yaitu Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH). SABH berada dibawah kewenangan Departemen Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum maka untuk pendaftaran perusahaan yang merupakan satu kesatuan dalam proses SABH juga merupakan kewenangan Departemen Hukum dan HAM, sebagaimana dalam ketentuan Pasal 29 UUPT yang baru.
Ketentuan pasal 29 tersebut jelas berbeda dengan pasal 21 ayat 1 UUPT lama beserta penjelasannya bahwa pendaftaran perusahaan mengacu pada UUWDP.
Menurut UUPT baru: pihak yang berwenang adalah Departemen Hukum dan HAM melalui direktorat Jemdral Administrasi Hukum Umum
UUPT lama yang mengacu pada UUWDP: pihak yang berwenang dalam hal ini Departemen Perdagangan melalui Direktorat pendaftaran perusahaan pada direktorat jendral perdagangan dalam negeri yang bertindak selaku Kantor Pendaftaran Perusahaan(KPP) di tingkat pusat dan kantor wilayah departemen perdagangan di tingkat I dan tingkat II. dengan perbedaan ini timbul pertanyaan: apakah dengan adanya ketentuan pasal 29 UUPT baru tersebut maka pendaftaran perusahaan sebagaimana diatur dalam UUWDP tidak berlaku bagi Perseroan Terbatas?
UUPT lama yang mengacu pada UUWDP: pihak yang berwenang dalam hal ini Departemen Perdagangan melalui Direktorat pendaftaran perusahaan pada direktorat jendral perdagangan dalam negeri yang bertindak selaku Kantor Pendaftaran Perusahaan(KPP) di tingkat pusat dan kantor wilayah departemen perdagangan di tingkat I dan tingkat II. dengan perbedaan ini timbul pertanyaan: apakah dengan adanya ketentuan pasal 29 UUPT baru tersebut maka pendaftaran perusahaan sebagaimana diatur dalam UUWDP tidak berlaku bagi Perseroan Terbatas?
Beranjak dari permasalahan-permasalahan tersebut diatas perlu dilakukannya penafsiran hukum. Terdapat banyak metode penafsiran hukum, salah satu metode penafsiran hukum yang digunakan dalam konteks ini adalah metode penafsiran sistematis.
Dalam konteks ini, antara UUWDP dengan UUPT baru kalau kita membandingkan ketentuan dalam pasal 29 ayat I UUPT baru bahwa dinyatakan :
(I) Daftar Perseroan diselenggarakan Menteri
Adapun pengertian Menteri dalam pasal I angka 16 UUPT yang baru adalah sebagai berikut:
Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Sedangkan kalau kita membandingkan dengan ketentuan pasal 21 ayat I UUPT lama beserta penjelasannya :
(I) Direksi perseroan wajib mendaftarkan dalam Daftar perusahaan
a. Akta pendirian beserta surat pengesahan Menteri Kehakiman.
b. Akta perubahan anggaran dasar beserta surat persetujuan Menteri Kehakiman.
c. Akta perubahan anggaran dasar beserta laporan kepada Menteri Kehakiman.
(I) Daftar Perseroan diselenggarakan Menteri
Adapun pengertian Menteri dalam pasal I angka 16 UUPT yang baru adalah sebagai berikut:
Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Sedangkan kalau kita membandingkan dengan ketentuan pasal 21 ayat I UUPT lama beserta penjelasannya :
(I) Direksi perseroan wajib mendaftarkan dalam Daftar perusahaan
a. Akta pendirian beserta surat pengesahan Menteri Kehakiman.
b. Akta perubahan anggaran dasar beserta surat persetujuan Menteri Kehakiman.
c. Akta perubahan anggaran dasar beserta laporan kepada Menteri Kehakiman.
Penjelasan:
Yang dimaksud dengan Daftar Perusahaan adalah daftar perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Kemudian, kalau kita merujuk pada ketentuan pasal 5 ayat 1 UUWDP dimana ; Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan. Pengertian perusahaan dalam UUWDP sebagaimana diatas telah dijelasksan dimana salah satunya perseroan terbatas.
Kemudian berdasarkan pasal 9 UUWDP ; Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan. Yang dimaksud Menteri dalam UUWDP berdasarkan pasal 1 huruf e adalah: Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perdagangan.
Kemudian, dalam keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 12/MPP/Kep/U1998 Tahun 1998 yang diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 327/MPP/Kep/7/1999 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang penyelenggaraan pendaftaran perusahaan dinyatakan tempat kedudukan dan susunan kantor pendaftaran perusahaan baik yang berada di tingkat pusat, di tingkat propinsi yaitu kabupaten/kota/kotamadya.
Selanjutnya dengan berlakunya UUPT yang baru berdasarkan ketentuan Penutup dalam Pasal 160 dinyatakan bahwa:
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tiak berlaku.
Pada tanggal 16 Agustus 2007, mulailah berlaku ketentuan UUPT baru dan UUPT lama dinyatakan tidak berlaku.
Setelah kita menghubungkan pasal satu dengan pasal lainnya dari ketiga undang-undang yaitu UUPT lama, UUWDP dan UUPT yang baru, maka dapat disimpulkan dengan tidak berlakunya ketentuan UUPT lama tersebut, maka UUWDP yang dikaitkan dalam penjelasan Pasal 21 ayat 1 tidak berlaku lagi bagi PT sedangkan untuk bentuk usaha lainnya seperti Firma, Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), serta perusahaan lain yang melaksanakan kegiatan usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, UUWDP masih tetap berlaku.
Yang dimaksud dengan Daftar Perusahaan adalah daftar perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Kemudian, kalau kita merujuk pada ketentuan pasal 5 ayat 1 UUWDP dimana ; Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan. Pengertian perusahaan dalam UUWDP sebagaimana diatas telah dijelasksan dimana salah satunya perseroan terbatas.
Kemudian berdasarkan pasal 9 UUWDP ; Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan. Yang dimaksud Menteri dalam UUWDP berdasarkan pasal 1 huruf e adalah: Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perdagangan.
Kemudian, dalam keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 12/MPP/Kep/U1998 Tahun 1998 yang diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 327/MPP/Kep/7/1999 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang penyelenggaraan pendaftaran perusahaan dinyatakan tempat kedudukan dan susunan kantor pendaftaran perusahaan baik yang berada di tingkat pusat, di tingkat propinsi yaitu kabupaten/kota/kotamadya.
Selanjutnya dengan berlakunya UUPT yang baru berdasarkan ketentuan Penutup dalam Pasal 160 dinyatakan bahwa:
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tiak berlaku.
Pada tanggal 16 Agustus 2007, mulailah berlaku ketentuan UUPT baru dan UUPT lama dinyatakan tidak berlaku.
Setelah kita menghubungkan pasal satu dengan pasal lainnya dari ketiga undang-undang yaitu UUPT lama, UUWDP dan UUPT yang baru, maka dapat disimpulkan dengan tidak berlakunya ketentuan UUPT lama tersebut, maka UUWDP yang dikaitkan dalam penjelasan Pasal 21 ayat 1 tidak berlaku lagi bagi PT sedangkan untuk bentuk usaha lainnya seperti Firma, Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), serta perusahaan lain yang melaksanakan kegiatan usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, UUWDP masih tetap berlaku.
Selain itu, mengenai keberlakuan suatu undang-undang agar undang¬undang tersebut mencapai tujuannya dalam hal terdapat suatu ketentuan yang berlainan untuk suatu hal tertentu dapat juga kita gunakan dua asas hukum yang berbunyi :
1. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan Undang-undang yang bersifat umum (lex specialist derograt lex generalis).
2. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (lex posteriori derograt lege priori).
1. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan Undang-undang yang bersifat umum (lex specialist derograt lex generalis).
2. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu (lex posteriori derograt lege priori).
Untuk menerbitkan Tanda Daftar Perusahaan setelah perusahaan disahkan pendaftarannya, karena Tanda daftar Perusahaan merupakan satu rangkaian dengan pendaftaran perusahaan maka penyelenggaraan pendaftaran khususnya bagi badan hukum yang berbentuk PT termasuk di dalamnya penerbitan tanda daftar perusahaan merupakan kewenangan Depkumham bukan lagi kewenangan Departemen Perdagangan.Dengan penerapan Government online yang melalui SABH maka penyelepaian badan hukum mulai dari permohonan pengesahan badan hukum, persetujuan perubahan serta penerbitan tanda daftar perseroan berada dalam wewenang Depkumham.
Sumber :
Wahyuni Safitri, 2011, Wajib daftar perusahaan sebelum dan sesudah berlakunya UU no 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, http://www.3sfirm.com/index.php/journal/41-karya-tulis/136-wajib-daftar-perusahaan
Hukum Dagang (KUHD)
HUKUM DAGANG (KUHD)
Hubungan Hukum Perdata Dengan Hukum Dagang
Hukum Dagang merupakan hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan .
Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 yaitu tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan. Pada dasarnya Hukum dagang dan hukum perdata adalah dua hukum yang saling berkaitan. Hal ini dapat dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUH Dagang.
“Pasal 1 KUH Dagang, disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.”
“Pasal 15 KUH Dagang, disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.”
Sejarah Hukum Dagang
Sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) . tetapi pada saat itu hukum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hukum baru di samping hukum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 yang disebut hukum pedagang (koopmansrecht). Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hukum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan.
Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hukum dagang tersendiri dari hukum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838) . Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hukum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda , dan pada tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus . lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan . KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848 . dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896).Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu , tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1) Hukum tertulis yang dikofifikasikan :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2) Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan,
yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seirinbg berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi(mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ).
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
KODIFIKASI HUKUM PERDATA DAN HUKUM DAGANG
Di Indonesia atas dasar azas korkondansi (pasal 131), maka berlakulah BW dan WVK di Indonesia ( Hindia Belanda yang diumumkan dengan publikasi tgl 31 April 1847, 5 1843 23). Di Indonesia pernah berlaku dualisma dalam hukum yakni hukum Eropa dan hukum adat. Inilah yang harus diusahakan menjadi satu kesatuan hukum yang bersifat nasional yakni sistemhukum Indonesia untuk mencapai kesatuan hukum tsb, indonesia membutuhkan waktu yang lama terutama dalam lapangan/ dalam bidang hukum perdata. Dimana sampai sekarang masih berlaku brbagai macam hukum perdata yakni:
1. Hukum perdata bagi warga negara yang mempergunakan KUHPer (BW).
2. Hukum perdata bagi WNI yang mempergunakan hukum adat.
Usakan untuk mempersatukan hukum perdata bagi seluruh rakyat Indonesia berjalan sangat lambat.
PENGERTIAN PEDAGANG DAN PERBUATAN PERNIAGAAN MENURUT HUKUM
Menurut pasal 2 yang lama KUHD bahwa:
Pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan sebagai pekerjaannya sehari*.
Perbuatan perniagaan menurut pasal 3 yang lama KUHD adalah perbuaan perniagaan pada umumnya adalah perbuatan pembelian barang* untuk dijual lagi.
Barang menurut hukum adalah barang bergerak, kecuali pasal 3 lama KUHD perbuatan perniagaan juga diatur pada pasal 4 yang memasukkan beberapa perbuatan lain dalam pengertian perbuatan perniagaan antara lain:
1. Perusahaan polisi
2. Perniagaan wesel dan surat
3. Pedagang , Bankir, kasir dan makelar
4. Pembangunan / perbaikan dan perlengkapan kapal untuk keperluan dikapal.
5. Ekspedisi dan pengangkutan* barang.
6. Jual beli perlengkapan dan keperluan kapal
7. Carter mencarter kapal yang merupakan perjanjian tentang perniagaan laut.
8. Perjanjian hubungan kerja dgn nakoda dan anak kapal untuk kepentingan kapal.
9. Perantara atau makelar laut.
10. Perusahaan asuransi
Sumber :
http://rismaeka.wordpress.com/2012/03/25/hukum-dagang/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/hukum-dagang-4/
Hukum Perjanjian
Pengertian Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal 1313 BW).
Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal 1313 BW).
Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :
- Perbuatan,
- Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih,
- Mengikatkan dirinya,
Macam-macam Perjanjian
1. Perjanjian
bernama, yaitu merupakan perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata.
Yang termasuk ke dalam perjanjian ini, misalnya: jual beli, tukar menukar, sewa
menyewa, dan lain-lain.
2. Perjanjian-perjanjian
yang tidak teratur dalam KUH Perdata. Jadi dalam hal ini para pihak yang
menentukan sendiri perjanjian itu. Dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi masing-masing pihak.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian
dapat dibedakan menurut berbagai cara. Pembedaan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Perjanjian
timbal balik. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan
kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual-beli.
2. Perjanjian
cuma-cuma dan perjanjian atas beban. Perjanjian dengan cuma-cuma adalah
perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya:
hibah. Sedangkan perjanjian atas beban adalah perjanjian di mana terhadap
prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontrak prestasi dari pihak lain,
dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
3. Perjanjian
khusus (benoend) dan perjanjian umum (onbenoend). Perjanjian
khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri.
4. Perjanjian
kebendaan (zakelijk) dan perjanjian obligatoi. Perjanjian kebendaan adalah
perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu, kepada pihak
lain. Sedangkan perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak
mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang
menimbulkan perikatan.
5. Perjanjian
konsensuil dan perjanjian riil. Perjanjian konsensuil adalah perjanjian di mana
di antara kedua: belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk
mengadakan perikatan-perikatan.
6. Perjanjian-Perjanjian
yang istimewa sifatnya. (a) Perjanjian liberatoir yaitu perjanjian di mana para
pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan hutang (kwijtschelding)
(b) Perjanjian pembuktian (bewijsovereenkomst) yaitu perjanjian dimana
para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka. (c)
Perjanjian untung-untungan, misalnya prjanjian asuransi (d) Perjanjian publik:
yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik,
karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah), misalnya
perjanjian ikatan dinas.
Syarat Sahnya Perjanjian
1. Kesepakatan mereka yang
mengikatkan diri
- Unsur paksaan (dwang)
- Unsur kekeliruan (dwaling). Baik kekeliruan pada subjek hukum (orang) maupun pada objek hukum (barang).
- Unsur penipuan (bedrog)
2. Kecakapan.untuk membuat suatu perikatan.
Seseorang dikatakan tidak cakap jika meliputi:
- Orang –orang yang belum dewasa
- Mereka yang ditaruh dibawah pengampua
- Mereka yang telah dinyatakan pailit
- Orang yang hilang ingatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal (causa
yang halal)
Saat Lahirnya Perjanjian
Menurut teori penerimaan (Ontvangtheorie)
lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat
tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat
tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai
patokan saat lahirnya perjanjian, lahir karena suatu persetujuan atau karena
undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu
tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau
karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus
dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat
sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah
barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah mendapat
kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah pihak
sebagai suatu peraturan bersama.
Pelaksanaan dan Penghapusan
Perjanjian
Ada beberapa cara hapusnya perjanjian :
- Ditentukan dalam perjanjian oelh kedua belah pihak. Misalnya : penyewa dan yang menyewakan bersepakat untuk mengadakan perjanjian sewa menyewa yang akan berakhir setelah 3 tahun.
- Ditentukan oleh Undang-Undang. Misalnya : perjanian untuk tidak melakukan pemecahan harta warisan ditentunkan paling lama 5 tahun.
- Ditentukan oleh para pihak dan Undang-undang. Misalnya : dalam perjanjian kerja ditentukan bahwa jika buruh meninggal dunia perjanjian menjadi hapus.
- Pernyataan menghentikan perjanjian. Hal ini dapat dilakukan baik oleh salah satu atau dua belh pihak. Misalnya : baik penyewa maupun yang menyewakan dalam sewa menyewa orang menyatakan untuk mengakhiri perjanjian sewanya.
- Ditentukan oleh Putusan Hakim. Dalam hal ini hakimlah yang menentukan barakhirnya perjanjian antara para pihak.
- Tujuan Perjanjian telah tercapai. Misalnya : dalam perjanjian jual beli bila salah satu pihak telah mendapat uang dan pihak lain telah mendapat barang maka perjanjian akan berakhir.
- Dengan Persetujuan Para Pihak. Dalam hal ini para pihak masing-masing setuju untuk saling menhentikan perjanjiannya. Misalnya : perjanjian pinjaman pakai berakhir karena pihak yang meminjam telah mengembalikan barangnya.
sumber :
http://pakmanihuruksh.wordpress.com/2012/01/28/kontrak/
Rabu, 08 Mei 2013
Puisi (Softskill)
DIA
adalah
Beratus ratus kali DIA kukecewakan
Berjuta juta kali DIA memberiku kebahagiaan
Kesalahan yang semakin bertumpuk tumpuk
Yang tak akan terhitung berapa banyaknya
DIA tidak memiliki orangtua ataupun keluarga
Tetapi tanpa DIA aku
tidak akan ada di dunia ini
Aku tak akan pernah bisa merasakan cinta dan kasih sayang
Bernafas ,tumbuh dan tersenyum , menikmati indahnya hidup
Sungguh kebaikan yang tak terukur sampai kapanpun
Mungkin hati ini tak
sempurna mencintai DIA
Tetapi cinta dalam
jiwaku
Hanyalah untuk DIA
DIA memang tak punya handphone
Tetapi DIA adalah contact favoritku
DIA juga tak punya facebook dan twitter
Tetapi DIA adalah sahabat dan cinta terbaikku
Bahkan tanpa internetpun DIA selalu online
Dia tidak pernah tidur
Kita selalu terhubung setiap hari , setiap saat
DIA , hanya DIA , DIA adalah Tuhanku , ALLAH SWT
Oleh : Fihrisani Rahmah
Hukum Perikatan
Definisi Hukum Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda
disebut“ver bintenis ”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam
literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang
mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu
menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat
berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat
berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang
bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat
itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang
atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu
dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jika dirumuskan, perikatan adalah
adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau
lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban
atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat
hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang
menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini
dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan
(law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law),
dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum
pribadi(pers onal law).
Di dalam hukum perikatan, terdapat
sistem yang terbuka
Sistem terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Sistem terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di
dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat
sesuatu.
Berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.
Berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.
Syarat sahnya perikatan yaitu;
- Obyeknya harus tertentu. Syarat ini diperlukan hanya terhap perikatan yang timbul dari perjanjian.
- Obyeknya harus diperbolehkan. Artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum.
- Obyeknya dapat dinilai dengan uang. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertian perikatan
- Obyeknya harus mungkin. Yaitu yang mungkin sanggup dilaksanakan dan bukan sesuatu yang mustahil.
Sumber-sumber
hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan
sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang- undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan
manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang
melawan hukum.
Ø
Contoh dalam perikatan yang timbul
karena perbuatan menurut hokum, misalnya: Mengurus kepentingan orang lain
secara sukarela sebagaimana tertera dalam pasal 1354, dan pembayaran yang tak
terutang tertera dalam pasal 1359.
Ø
Contoh dari perikatan yang timbul
dari undang- undang melulu telah tertera dalam pasal 104 mengenai kewajiban
alimentasi antara kedua orang tua, misalnya; Ahmad menikah dengan Fatimah, pada
dasarnya Ahmad dan Fatimah hanya melakukan akad nikah, dengan adanya akad nikah
maka timbulah suatu keterikatan yang lainnya yaitu saling menjaga, menafkahi
dan memelihara anak mereka bila lahir nantinya.
Ø
Contoh lain dari undang-undang
melulu telah tertera dalam pasal 625 mengenai hukum tetangga; yaitu hak dan
kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan.
Ø
Selain itu, juga terdapat pula
perikatan yang timbul karena melawan hukum. Contohnya; mengganti kerugian
terhadap orang yang dirugikan, sebagaimana tertera dalam pasal 1365 KUH
Perdata.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1.
Perikatan yang timbul dari
persetujuan (perjanjian).
2.
Perikatan yang timbul undang-undang.
3.
Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi
terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan
sukarela ( zaakwarneming).
Sumber : http://statushukum.com/hukum-perikatan.html
Langganan:
Postingan (Atom)